Pustaka

Kiai Abbas Buntet, Pilar Kemerdekaan dari Pinggiran Sejarah

Sel, 21 Mei 2024 | 15:00 WIB

Kiai Abbas Buntet, Pilar Kemerdekaan dari Pinggiran Sejarah

Biografi Kiai Abbas Buntet Pesantren: Lokomotif Perjuangan Kemerdekaan karya M. Fathi Royyani. (Foto: dok. istimewa/Agung Firmansyah)

Pondok pesantren memiliki peran unik dalam masyarakat Indonesia, tidak hanya sebagai pusat pendidikan Islam, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan politik. Sejak era pra-kemerdekaan, pesantren telah menjadi basis untuk menyebarkan ide-ide keagamaan dan nasionalisme.

 

Menurut sejarawan, seperti Ricklefs (1981), pesantren berkontribusi pada penyebaran Islam di Jawa dan memainkan peran dalam pergerakan nasional Indonesia.


Dalam literatur lain, seperti yang ditulis George McTurnan Kahin dalam Nationalism and Revolution in Indonesia, pesantren diakui sebagai salah satu elemen penting dalam gerakan nasionalis dan perlawanan terhadap kolonialisme.


Dalam konteks ini, peran pondok pesantren dan ulama dalam memobilisasi dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia seringkali diabaikan dalam narasi sejarah mainstream.


Kajian tentang peran pondok pesantren dalam sejarah nasional relatif jarang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, adanya prasangka ilmiah (scholarly prejudices) yang mendominasi kajian Indonesia antara tahun 1960-1980, ketika pesantren dianggap sebagai lembaga tradisional dan konservatif, bertentangan dengan modernisme yang dianggap progresif.

 

Kedua, kelemahan internal dari kalangan pesantren sendiri, terutama dalam hal dokumentasi dan posisi politik yang lemah pada masa itu.


Menurut catatan M. Fathi Royyani dalam buku ini, tradisi sejarah tutur di Indonesia lebih kuat daripada tradisi tulis, yang mengakibatkan narasi peran vital pondok pesantren kurang direkam. Hal ini semakin diperburuk oleh anggapan umum yang diarusutamakan oleh Robert H. Lowie bahwa penulisan sejarah harus berbasis dokumen tertulis.

 

Akibatnya, banyak aktor sejarah populer seperti HOS Tjokroaminoto dan Tan Malaka yang memiliki keterkaitan erat dengan pesantren, baik secara genetik maupun kultur, tidak tercatat dalam narasi sejarah nasional secara lengkap.


Kiai Abbas dari Buntet Pesantren adalah contoh nyata dari peran vital pondok pesantren yang tidak direkam dalam sejarah nasional, khususnya dalam pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Disebut oleh KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, sebagai "Macan dari Barat", Kiai Abbas memainkan peran penting yang hampir tidak tercatat dalam sejarah resmi.


Fathi menekankan perlunya pendekatan berbeda dalam menulis sejarah peran pondok pesantren, yaitu dengan mengumpulkan cerita lisan dan menguak jaringan yang masih ada. Banyak kesaksian di berbagai daerah mendukung fakta bahwa pesantren dan tokoh-tokohnya memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan.


Pengakuan layak untuk Kiai Abbas

Kiai Abbas mempunyai peran simbolis dan praktis dalam pertempuran Surabaya, yang merupakan salah satu momen penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran Surabaya, yang terjadi pada 10 November 1945, menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah.


Dengan kiprah signifikan Kiai Abbas dalam masa-masa kritis dalam kronik perjuangan kemerdekaan, Fathi berargumen bahwa Kiai Abbas layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Kiai Abbas tidak hanya menggerakkan santrinya untuk berjuang dalam pasukan Hizbullah, tetapi juga mendukung Resolusi Jihad yang digagas oleh KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1922. Resolusi ini memicu penggalangan kekuatan dari berbagai pondok pesantren dan masyarakat, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.


Buku ini juga mengungkapkan hubungan erat antara Buntet Pesantren di Cirebon dengan pergerakan nasional sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalis seperti HOS Tjokroaminoto dan Haji Samanhudi dalam Sjarikat Dagang Islam, serta tokoh sentral Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy'ari, menunjukkan betapa besar pengaruh pesantren dalam pergerakan nasional.


Mengemukakan peran Kiai Abbas dan pesantren lainnya dalam perjuangan kemerdekaan, tidak hanya sekedar menambahkan nama ke dalam daftar pahlawan nasional, melainkan juga memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dinamika sosial, politik, dan kultural yang berkontribusi pada lahirnya Indonesia sebagai bangsa. Ini menantang narasi sejarah konvensional yang sering kali berfokus pada tokoh-tokoh tertentu atau peristiwa spesifik, dengan mengabaikan peran kolektif yang lebih luas dari masyarakat.


Ulasan yang diperkaya dengan konteks sejarah dan analisis tentang peran pondok pesantren dan ulama seperti Kiai Abbas, menunjukkan kompleksitas dan kekayaan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ini mengajak kita untuk menghargai dan mengakui kontribusi semua lapisan masyarakat dalam membentuk fondasi negara Indonesia.


Biografi Kiai Abbas Buntet Pesantren: Lokomotif Perjuangan Kemerdekaan oleh M. Fathi Royyani, dengan demikian, menjadi karya penting yang tidak hanya mendokumentasikan sejarah, tetapi juga memberikan inspirasi untuk memahami Indonesia dalam perspektif yang lebih luas dan inklusif.


Agung Firmansyah, Alumnus Pascasarjana UNUSIA Jakarta, Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Cirebon


Data buku

Judul: Biografi Kiai Abbas Buntet Pesantren: Lokomotif Perjuangan Kemerdekaan
Penulis: M. Fathi Royyani
Penerbit: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
Tahun Terbit: 2023
ISBN: 978-602-7984-91-2
Tebal: 214 halaman